Muhammadiyah Lamongan Berkemajuan

Sejarah

logo-muhammadiyahMuhammadiyah lamongan baru eksis sekitar tahun 1950 sampai dengan tahun 1960, saat itu  gerakanya masih terbatas pada bidang pendidikan. Penyebaran benih Muhammadiyah ke beberapa kecamatan seperti Tikung, Deket,            dan Sekaran ( Desa Parengan) dilakukan pandu HW.  Pada awal berdirinya, tidak ada reaksi dari pihak lain karena sebagian perintis dan pemrakarsanya berlatar belakang keluarga NU. Kondisi ini berubah tatkalah Muhammadiyah mengalami perkembangan sesudah Partai Masyumi  bubar tahun 1960. Banyak anggota militant dari Masyumi di desa-desa bergabung dengan Muhammadiyah sebagai wahana penyaluran aktivitas dakwah. Selain sebagian lainya menggabungkan diri kepada NU.

Bersamaan dengan tumbuhkembangnya Muhammadiyah di kecamatan dan desa-desa (1960-1966), muncul reaksi keras dari kelompok masyarakat yang berpaham keagamaan tertentu. Perdebatan masalah furu’iyah kembali merebak seperti yang terjadi pada masa-masa kampanye pemilu 1955, terutama di Sukodadi dan Pucuk. Konflik yang dipicu sentimen lama “masalah furu’iyah” menyebabkan terbelahnya umat di desa-desa dalam hal tempat ibbadah. Hampir  di semua desa di kecamatan Sukodadi dan Pucuk berdiri dua masjid. Umumnya kelompok Muhammadiyah keluar dari masjid desa dan mendirikan masjid atau musholla sendiri.

Lamongan resmi menjadi cabang baru pada 11 Mei 1953 dengan SK PP Muhammadiyah No.1024. Menyusul  cabang Jatisari, 2 Mei 1961 dengan nomer SK. 1481. Sebelumnya, Lamongan berada dalam pembinaan PDM  Bojonegoro. Dalam konperensi daerah pada 1966, R.H. Moelyadi terpilih menjadi ketua.

Berdasarkan SK Pimpinan Pusat Muhammadiyah Nomer: C.076/D-13 tanggal 11 September 1967, Muhammadiyah Lamongan resmi berstatus  daerah, dengan 5 cabang, yakni Cabang Lamongan, Babat, Jatisari ( GLagah), Pangkatrejo, dan Blimbing.

Muhammadiyah cabang Babat  berdiri 4 Februari 1962 dengan SK Pimpinan Pusat Nomer : 1552. Perkembangan gerakan ini dimulai dari pendirian SMP dan Balai pengobatan. Sedangkan dakwah penyebaran paham pembaharuan sendiri mengikuti belakangan semata-mata untuk menghindari  gejolak social karena daerah Babat ketika itu cukup rawan dan sensitif atas pembaharuan paham keagamaan.Para pendirinya kebanyakan dari kaum pedagang yang memiliki mobiltas tinggi dan akses dana yang kuat.

Setahun kemudian menyusul Pangkat rejo, Muhammadiyah secara resmi berdiri pada tanggal 27 Juli 1963 dengan SK Pimpinan Pusat  No: 1707. Sekalipun Pangkatrejo hanya sebuah desa tetapi industri  pertenunan di sin pada 1950-an cukup maju, tata lingkungan dan bangunan rumah-rumah sudah bersuasana kota dan mobilitas masyarakat lumayan tinggi. Pendirinya H. Mahzumi bersama saudaranya H. Mahmud yang berasal dari desa Pringgoboyo. Berdirinya Muhammdiyah didahului pandu HW yang dirintis oleh Abd. Hamid Kadir dan kawan-kawanya. Cabang ini memiliki 15 ranting dan sudah memperoleh pengesahan.

Cabang Blimbing berdiri pada tanggal 1 Februari 1964 dengan nomer Surat keputusan pimpinan pusat  No.1796. Blimbing merupakan basis Muhammadiyah di pantai utara Lamongan, gerakanya dimotori oleh ulama dengan dukungan para pedagang. Konperensi cabang Blimbing 26 Agustus 1962 secara aklamasi memilih K.H.Ahmad Adnan Noer sebagai ketua dan K.H. Ridwan Syarkawi sebagai wakilnya. Dua ulama kharismatis ini didampingi dua tokoh terpelajar  Abdul Karim dan H. Erfan Jakfar. Posisi bendahara diserahkan kepada dua pedagang kuat, H.Umar Fauzi dan H. Sholikin. Kini cabang Blimbing berubah menjadi cabang Paciran dan telah memiliki ranting di semua desa di wilayahnya.

Musyda 1978 menetapkan K.H.Abdurrahman Syamsuri sebagai ketua. Ia menjabat selama dua periode 1978-1990. Pada periode ini struktur organisasinya sudah dilengkapi dengan badan pembantu pimpinan. Seperti majelis pendidikan dan kebudayaan, pustaka, PKU, tablig, tarjih, wakaf, penkaderan, BKP AMM, dan Pembina karyawan.  Konsolidasi organisasi dilakukan sampai ke cabang dan ranting. Pentaan struktur organisasi dilakukan seiring dengan perkembangan struktrur pemerintah, seperti PCM Janti menjadi PCM Glagah dan PCM Karangbinangun, PCM Blimbing menjadi PCM paciran dan PCM Brondong. Sementara PCM Pangkatrejo tetap, belum diubah menjadi PCM Sekaran.

Diakhir kepemimpinan Periode ini jumlah cabang meningkat menjadi 20 PCM, ranting 255 dengan jumlah anggota yang ber-KTA sebanyak 11.519 orang, tidak ber-KTA sebanyak 24.150 orang. Kepemimpinan berikutnya (1990-1995) dipegang K.H. Abdul Fatah yang terpilih pada Musda di Babat pada 22-29 September 1991. Dalam periode ini kantor sekertariat pindah ke jalan Lamongrejo 109 -111 kota Lamongan. Di kantor ini juga semua Ortom bermarkas. Untuk mengaktifkan kegiatan kesekretariatan, diangkat tenaga eksekutif. Kegiatan pengajian pimpinan diadakan secara rutin dengan menggundang pimpinan wilayah maupun pusat. K.H Abdul Fattah terpilih kembali menjadi ketua PDM Lamongan untuk periode kedua melalui Musyda tahun 1996. Karya monumental selama massa kepemimpinan K.H Fattah antara lain berwujud Rumas sakit Muhammadiyah dan kantor PDM di Lamongrejo.

Tongkat estafet kepemimpinan kemuadian beralih ke K.H Afnan Ansori ( 2000-2005) yang terpilih dalam Musyda di Pondok Modern Muhammadiyah Paciran 2001. Pada massa ini terbentuk cabang dan ranting baru dikawasan selatan. (*)

sumber : Buku Menembus Benteng Tradisi  – Sejarah Muhammadiyah Jawa Timur 1921-2004