Muhammadiyah Lamongan Berkemajuan

Kepompong Ramadhan

prof-habibi

Oleh : Prof. DR. M.A Muazar Habibi, M.Psych.,M.Pd. )*

Semua amal anak Adam dapat dicampuri kepentingan hawa nafsu, kecuali  shaum. Maka sesungguhnya shaum itu semata-mata untuk-Ku dan Aku  sendiri yang akan membalasnya (Hr. Bukhari Muslim).

Pernahkan Anda melihat seekor ulat bulu? Bagi kebanyakan orang, ulat  bulu memang menjijikkan bahkan menakutkan. Tapi tahukah Anda kalau  masa hidup seekor ulat ini ternyata tidak lama. Pada saatnya nanti ia  akan mengalami fase dimana ia harus masulk ke dalam kepompong selama  beberapa hari. Setelah itu ia pun akan keluar dalam wujud lain : ia  menjelma menjadi seekor kupu-kupu yang sangat indah. Jika sudah  berbentuk demikian, siapa yang tidak menyukai kupu-kupu dengan  sayapnya yang beraneka hiasan indah alami? Sebagian orang bahkan  mungkin mencari dan kemudian mengoleksinya bagi sebagai hobi (hiasan)  ataupun untuk keperluan ilmu pengetahuan.

Semua proses itu memperlihatkan tanda-tanda Kemahabesaran Allah.  Menandakan betapa teramat mudahnya bagi Allah Azza wa Jalla, mengubah  segala sesuatu dari hal yang menjijikkan, buruk, dan tidak disukai,  menjadi sesuatu yang indah dan membuat orang senang memandangnya.  Semua itu berjalan melalui suatu proses perubahan yang sudah diatur  dan aturannya pun ditentukan oleh Allah, baik dalam bentuk aturan  atau hukum alam (sunnatullah) maupun berdasarkan hukum yang  disyariatkan kepada manusia yakin Al Qur’an dan Al Hadits.

Jika proses metamorfosa pada ulat ini diterjemahkan ke dalam  kehidupan manusia, maka saat dimana manusia dapat menjelma menjadi  insan yang jauh lebih indah, momen yang paling tepat untuk terlahir  kembali adalah ketika memasuki Ramadhan. Bila kita masuk ke  dalam ‘kepompong’ Ramadhan, lalu segala aktivitas kita cocok dengan  ketentuan-ketentuan “metamorfosa” dari Allah, niscaya akan  mendapatkan hasil yang mencengangkan yakni manusia yang berderajat  muttaqin, yang memiliki akhlak yang indah dan mempesona.

Inti dari ibadah Ramadhan ternyata adalah melatih diri agar kita dapat  menguasai hawa nafsu. Allah SWT berfirman, “Dan adapun orang-orang  yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari keinginan  hawa nafsunya maka sesungguhnya syurgalah tempat tinggalnya.” (QS. An  Nazii’at [79] : 40 – 41).

Selama ini mungkin kita merasa kesulitan dalam mengendalikan hawa  nafsu. Kenapa? Karena selama ini pada diri kita terdapat pelatihan  lain yang ikut membina hawa nafsu kita ke arah yang tidak disukai  Allah. Siapakah pelatih itu? Dialah syetan laknatullah, yang sangat  aktif mengarahkan hawa nafsu kita. Akan tetapi memang itulah tugas  syetan. apalagi seperti halnya hawa nafsu, syetan pun memiliki  dimensi yang sama dengan hawa nafsu yakni kedua-duanya sama-sama tak  terlihat. “Sesungguhnya syetan itu adalah musuh yang nyata bagimu, maka anggaplah ia sebagai musuhmu karena syetan itu hanya mengajak golongannya supaya menjadi penghuni neraka yang menyala-nyala,”  demikian firman Allah dalam QS. Al Fathir [25] : 6).

Akan tetapi kita bersyukur karena pada bulan Ramadhan ini Allah  mengikat erat syetan terkutuk sehingga kita diberi kesempatan  sepenuhnya untuk bisa melatih diri mengendalikan hawa nafsu kita. Karenanya kesempatan seperti ini tidak boleh kita sia-siakan. Ibadah shaum kita harus ditingkatkan. Tidak hanya shaum atau menahan diri  dari hawa nafsu perut dan seksual saja akan tetapi juga semua anggota  badan kita lainnya agar mau melaksanakan amalan yang disukai Allah. Jika hawa nafsu sudah bisa kita kendalikan, maka ketika syetan dipelas kembali, mereka sudah tunduk pada keinginan kita. Dengan demikian, hidup kita pun sepenuhnya dapat dijalani dengan hawa nafsu yang berada dalam keridhaan-Nya. Inilah pangkal kebahagiaan dunia akhirat. Hal lain yang paling utama harus kita jaga juga dalam bulan yang sarat dengan berkah ini adalah akhlak. Barang siapa membaguskan akhlaknya pada bulan Ramadhan, Allah akan menyelamatkan dia tatkala melewati shirah di mana banyak kaki tergelincir, demikianlah sabda Rasulullah SAW.

Pada bulan Ramadhan ini, kita dianggap sebagai tamu Allah. Dan sebagai tuan rumah, Allah sangat mengetahui bagaimana cara memperlakukan tamu-tamunya dengan baik. Akan tetapi sesungguhnya Allah hanya akan memperlakukan kita dengan baik jika kita tahu adab dan bagaimana berakhlak sebagai tamu-Nya. Salah satunya yakni dengan menjaga shaum kita sesempurna mungkin. Tidak hanya sekedar menahan lapar dan dahaga belaka tetapi juga menjaga seluruh anggota tubuh kita ikut shaum.

Mari kita perbaiki segala kekurangan dan kelalaian akhlak kita sebagai tamu Allah, karena tidak mustahil Ramadhan tahun ini merupakan Ramadhan terakhir yang dijalani hidup kita, jangan sampai disia-siakan.

Semoga Allah Yang Maha Menyaksikan senantiasa melimpahkan inayah-Nya sehingga setelah ‘kepompong’ Ramadhan ini kita masuki, kita kembali pada ke-fitri-an bagaikan bayi yang baru lahir. Sebagaimana seekor ulat bulu yang keluar menjadi seekor kupu-kupu yang teramat indah dan mempesona,   amiin.

)* Majelis Dikdasmen PW Muhammadiyah NTB, Dosen, Psikolog FKIP Universitas Mataram dan Direktur LENTERAHATI Islamic Boarding School of Mataram

0
Share this article
Shareable URL
Prev Post

Puasa Versus Produktifitas

Next Post

IPM Lamongan Gelar Pekan Dakwah Di Kawasan Selatan

Read next
0
Share