*) Oleh : Ahmad Rusdi
MuhammadiyahLamongan.com – Selama dunia terkembang, selama itu pula ilmu pengetahuan terus bertumbuh, pertumbuhan ilmu itulah yang membina sebuah peradaban dunia. Sedangkan ilmu itu sendiri dirawat dan diwariskan oleh tulisan, maka dapatlah dikatakan menulis itu berarti menyalakan obor
peradaban. Menjadi seorang penulis harus siap berteman dengan sepi, tidak ada tepuk riuh penonton, menjadi penulis harus tegar karena tidak banyak laba dunia yang didapatkan, menjadi penulis harus kuat dan tahan cuaca karena musim kemarau lebih panjang dari musim penghujan.
Namun demikian, menulis adalah pekerjaan mulia, karena dengan menata kata, menyusun paragraf, lalu menjadi narasi yang mana dapat menginspirasi banyak insan, mencerdaskan dan mencerahkan banyak orang, dan dari semua itu dapat membentuk sebuah peradaban.
Dapat kita bayangkan andaikan saja tidak ada pengarang, tentu dunia menjadi gelap karena tidak ada tulisan atau buku yang menjadi sumber ilmu pengetahuan.Oleh sebab itu pekerjaan menulis tidak dapat diremehkan hanya karena tidak menjanjikan kemakmuran, tetapi menulis adalah panggilan jiwa untuk turut serta merawat moral sebuah bangsa.
Seorang bijak mengatakan “Menulislah, karena dengan menulis akan meninggalkan jejak sejarah yang lama terkenang dalam jiwa bangsanya” satu perkataan motivasi untuk manusia yang mencita-citakan menjadi seorang pujangga.
Menulis itu sejatinya adalah satu pekerjaan memformulasikan gagasan, menuangkan ide untuk dikerjakan oleh yang ahli demi kebaikan bersama. Meskipun demikian tidak jarang seorang pengarang menggoreskan tintanya dengan kritik yang tajam tapi benar, maka disitulah sebenarnya letak dari menyalakan obor peradaban.
Oleh karenanya menjadi penulis harus bebas dan merdeka, tidak ada satu kepentingan pribadi yang mengikat, karena nyala obor tidak akan terang kalau diliputi kabut kepentingan sektoral.
Kini, di zaman modern, khususnya di negeri tercinta, buku sebagai produk tulisan menjadi benda yang jarang dijama apalagi dibaca, realitas ini merupakan alarm bahaya sekaligus tantangan bagi pemimpin bangsa supaya terus mengerakkan masyarakatnya untuk berliterasi, karena dengan itulah bangsa ini akan melaju menuju Indonesia maju.
Berkaca pada negara maju, pasti kita dapati bangsa dan masyarakatnya haus akan ilmu, literasinya tinggi, dan membaca buku sudah menjadi budaya, maka budaya baik yang ada di negara maju tidak ada salahnya kita coba, kerena kata Shohibul hikmah “kebaikan itu bisa datang dari mana saja”.
Dari semua itu dapatlah disimpulkan bahwa menulis adalah bekerja untuk keabadian, memberi manfaat kepada sebanyak-banyak orang, dan menuntun para pengembara sampai ke dermaga.