Muhammadiyah Lamongan Berkemajuan

Kisah Santri Muhammadiyah dan Tukang Parkir

irvan-syaifullah-kader-muhammadiyah

Santri Muhammadiyah itu sudah menemui puluhan kyai. Dia punya satu pertanyaan yang belum terjawab sepenuhnya. Pertanyaan yang dirasa sangat mudah“ jelaskan kepadaku satu pernyataan kunci untuk menjalani hidup yang bisa kujadikan pegangan untuk masa mudaku! “ . Tapi santri itu agaknya sedikit kecewa, kyai- kyai yang dia tanya menjawab pertanyaan itu dalam berpuluh puluh kalimat, disampaikan dalam ceramah ceramah, dan dalil dalil Al Qur’an. Santri itu alih alih semakin paham, ia malah semakin bingung. Tidakkah ada jawaban sederhana untuk pertanyaannya?

Pagi itu ia sedang bersepeda menikmati pergantian hari. Ia melihat seorang tukang parkir sibuk mengecek sepeda motor yang dititipkan di tempat penitipannya. Satu persatu di cek. Disekeliling sepeda itu ada batas antar sepeda motor dengan jalan biasa. Asal saja, santri itu datang menghampiri si tukang parkir tersebut. Menanyakan pertanyaan yang sama, yang ia tanyakan kepaada puluhan kyai. Setelah berbasa basi menanyakan nama dan kehadirannya yang menggangu atau tidak. Santri ini bertanya,” Pakde, jelaskan kepadaku satu pernyataan kunci untuk menjalani hidup yang bisa kujadikan pegangan untuk masa mudaku!”

Tukang parkir ini tertawa sambil menyuruh murid ini duduk.

Cita citamu apa le?” tanya tukang parkir tersebut.

Jadi menteri pakde,” santri itu menjawab mantap

Sehrausnya kau mengerti le, ketika di pondok, jika kau sudah bisa merasakan nikmatnya memakai sarung dan makan singkong rebus, kau seharusnya tidak usah bercita cita mejadi menteri,” jawabnya seraya terkekeh

kepiye toh pakde iki (Bagaimana pama ini), saya ingin jadi orang yang bermanfaat “ jawab anak itu tak mengerti

Bagus le cita citamu, coba ulangi pertanyaanmu tadi ”

Dengarkan pakde, jelaskan satu pernyataan kunci untuk menjalani hidup di masa mudaku pakde?” sahutnya kesal

Tukang parkir itu memperbaiki posisi duduknya. Ia berdehem sejenak. “ Kunci menjalani kehidupan itu sederhana le,” ujarnya. “ Jangan melampaui batas, bahasa inggrise don’t cross the limits,” sambungnya

Tapi dimana batas itu pakde,” tanya anak itu

Coba kau lihat garis sepeda yang diparkir itu,” sambil menunjuk kearah parkir. “Semua ada aturannya le, semua ada batas dan resikonya, semua sepeda motor itu tidak akan tertata dan mudah untuk di cek ulang dengan rapi kalau kita sendiri tidak mengatur dan membuat batasannya, sepeda itu bisa tersenggol orang yang berlalu lalang, bahkan bisa hilang,” jawab tukang parkir itu.

Anak itu masih terdiam dan berpikir,.

Kowe lak wong Muhammadiyah seh, mosok gurumu gak nyontohi awakmu,”sahutnya.“ Seng tak weruhi, Muhammadiyah iku memahami batas, mengerti dimana, kapan, dan mengapa harus berjuang, mbiyen paleng awakmu gak melbu pas diterangno gurumu, aku yakin gurumu wes podo pinter le masalah iku” sambung tukang parkir itu dengan penuh keyakinan.

Kalau kurang jelas, berangkato dadi kader Muhammadiyah, kader seng tenanan, ojo gampang ngersulo, engkau akan menemukan batas mu, engkau akan mengenal Tuhan Mu, syukur syukur iso dadi menteri, ngabdi kanggo umat,”

Setelah bersalaman dan berterima kasih. Sembari bersepeda santri ini bersenandung lama menyanyikan mars Muhammadiyah berkali kali. Kalimat demi kalimat dimaknainya sendiri. Ia begitu mendalami kata demi kata dalam lirik tersebut.

Di Timur fajar kemerlapan

Mengusik kabut hitam

Menggugah kaum muslimin

Tinggalkan peraduan

Lihatlah matahari telah tinggi

Di ufuk timur sana

Seruan ilahi rabbi

Sami’na wa ato’na

———–

Apa dosa iblis sampai ia dikutuk oleh Allah dan dilarang masuk surga? Jawabannya iblis menolak perintah Allah untuk bersujud pada Nabi Adam. Apa dosa Nabi Adam sehingga ia diusir dari surga? Nabi Adam melanggar larangan Allah untuk tidak memakan buah khuldi. Kita sepakat, bahwa keduanya berbuat dosa, tapi kenapa nasib Nabi Adam dan iblis berbeda? Allah memaafkan Nabi Adam, sedangkan pada kasus iblis Allah melaknatnya.

Ibnu Qayyim Al Jauziyah dalam Al Fawaid menyatakan bahwa terdapat filosofi antara menolak perintah Allah dengan melanggar larangan Allah. Iblis menolak perintah Allah karena kesombongannya yang merasa lebih unggul dari adam, sedangkan adam melanggar larangan Allah karena dorongan nafsu. Pada kasus adam, dorongan hawa nafsu yang dimilikinya membuatnya tergelincir pada dosa, tapi ia sadar dengan kesalahannya dan ia langsung memohon ampun pada Allah. Sebaliknya, Iblis dengan kesombongannya ternyata lebih berbahaya dari pada hawa nafsu. Kesombongan membuat kita enggan mengakui kesalahan dan menyadari kekeliruan yang diperbuat, dan malah sibuk mencari pembenaran pembenaran atas kesalahan kita.

Adam, manusia pertama,” seperti yang ditulis oleh Dr H Nadirsyah Hosen, Ph.D beserta dr Nurussyariah dalam buku Ashabul Kahfi, (2013) menjelaskan bahwa adam adalah simbol ketiadaan dalam makna literal dan substantifnya. Karena adam berarti tiada, Allah pun mengajarkannya kepada Adam tentang rahasia seluruh AsmaNya, bahkan malaikat pun tidak mengetahuinya (QS Al Baqoroh ; 31). Pengetahuan ini lantas yang menjadikannya diberikan amanah oleh Allah sebagai khalifah sehingga malikat pun diperintahkan untuk bersujud. Bukan semata mata bersujud kepada adam, melainkan pada keagungan asma Nya yang telah diajarkan adam.

When they disappear, God will appear. Selama kita meninggalkan “keakuan” mereka, selama mereka menanggalkan rasa kepemilikan mereka akan dirinya, dan selama mereka mengisi hidupnya dengan nama dan sifat Allah, selama itu pula anak cucu Adam akan terus hidup di “surga” dan menjadi “khalifah” dimanapun ia berada.

——-

Maka batas kehidupan sebenanya adalah perjuangan kita dalam meraih ridho Allah. Perjuangan itu dimaknai dengan mengimplementasikan sikap dan perbuatan kita melalui persyaikatan Muhammadiyah. Berjuang dan bertindak sesuai perintah Allah dengan niat meraih ridho Allah. Bisa dipastikan, dalam bermuhammadiyah ada saja orang orang yang menggunakan hawa nafsunya untuk meraih jabatan, prestise, ditengah masyarakat bahkan memanfaatkan nama besar Muhammadiyah. Hal itu masih dapat kita perbaiki dengan menyadari bahwa sebenarnya kita adalah ketiadaan semata. Dan yang paling terpenting, jangan ada sedikitpun rasa sombong dalam hati kita. Pendeknya, sifat sombong itu akan merusak diri kita dan lama lama akan merusak Muhammadiyah.

irvan-syaifullah-kader-muhammadiyahPenulis

Irvan Shaifullah,

Alumnus dan Pengajar di Panti dan Ponpes Al Mizan Muhammadiyah Lamongan

0
Share this article
Shareable URL
Prev Post

Teguhkan Ideologi, Perkuat Konsolidasi Organisasi

Next Post

Menyongsong Bonus Demografi Bersama Generasi Y dan Z

Read next
0
Share