Oleh : Baharuddin Rohim
– Alumni Madrasah Mu’allimin Muhammadiyah Yogyakarta
– Perintis dan Pengasuh Panti Asuhan Ashabul Kahfi Muhammadiyah Moyudan Sleman
– Aktivis dan Founder Galeri Ilmu Jogja
– Kader Ikatan Pelajar Muhammadiyah Jawa Timur
Perkembangan zaman secara riil akan mempengaruhi perubahan perubahan baik sektor ekonomi, budaya, sosial, dan sektor lainnya yang tidak lepas dari peran generasi dari tiap tiap generasi, adapun dalam teori generasi (generation theory) hingga saat ini di kenal ada 5 generasi, yaitu (1) generasi baby boomer, lahir 1946-1964, (2) generasi X, lahir 1965-1980, (3) generasi Y, lahir 1981-1994, (4) generasi Z, lahir 1995-2010, dan (5) generasi alpha, lahir 2011-2025. Adapun generasi Z (disebut juga iGeneration, generasi net, atau generasi internet) terlahir dari generasi X dan Y, dan saat bonus demografi berlangsung generasi Y dan Z menjadi generasi yang dominan di bandingkan dengan generasi yang lainnya.
Indonesia di perkirakan sekitar tahun 2025 struktur usia angkatan kerja menikmati apa yang di namakan bonus demografi. Bonus demografi ialah suatu wilayah yang usia produktifnya lebih banyak di bandingkan dengan usia non produktif. Dikatakan bonus karena hal ini tidak terjadi terus menerus melainkan hanya terjadi sekali dalam beratus ratus tahun, “sekali dan tidak bertahan lama”, (Azhari, 2013). Lantas hal ini juga mampu menjadi berkah atau musibah bagi negara indonesia dalam menyambut hadirnya bonus demografi ketika upaya dan kesiapan tidak segera di hadapi dengan serius karena bonus demografi juga sangat potensial untuk kemajuan atau kehancuran suatu negara di segala sektor, belum lagi di saat bonus demografi berlangsung, semua generasi dari berbagai generasi akan bertemu dengan segala perbedaan karakter maupun paradigma berfikir yang cenderung akan banyak memicu konflik, hal ini dasari karena antar generasi mempunyai karakter dan paradigma berfikir yang berbeda.
Dijelaskan, data demografi Indonesia berdasarkan Badan Pusat Statistik (BPS) Tahun 2014 menyebutkan, jumlah pemuda di Indonesia dengan range usia antara 16-30 tahun berjumlah 61,8 juta orang. Itu berarti 24,5% dari total jumlah penduduk Indonesia mencapai 252 juta orang. Secara kuantitas, angka 24,5% ini cukup besar dan bagus untuk perkembangan dan kemajuan bangsa Indonesia. Anak kelahiran 1995-2010 adalah generasi Z yang pada usia mereka 5-15 tahun, Indonesia dipenuhi oleh booming gadget dan teknologi, hal ini mengakibatkan mereka cenderung memiliki kehidupan yang erat sekali (ketergantungan) dengan teknologi dan gadget, dan di era ini juga di disebut era ‘melek’ teknologi kurang lebih pada usia 15 tahun. Dengan demikian teknologi dan gadget mengikat kepada generasi Z atau istilah yang di pakai bursch (2014) adalah generasi Y secara teknologi lebih ‘plugged-in’ di bandingkan dengan generasi Y (millenia). Dampaknya generasi Z tentu akan mempunyai sedikit perbedaan dalam preferensi cara mereka berkomunikasi, dan menyampaikan informasi dari pada generasi Y. Perbedaan inilah bisa saja menjadi pemicu konflik, mengingat generasi Y adalah generasi yang pada umumnya bersifat narsistik dan memiliki harga diri tinggi dan merasa seolah-olah mendapat lawan tanding sepadan yakni generasi Z yang secara nature memiliki kesamaan dari penguasaan teknologi, dominasi generasi Y dan generasi Z pada bonus demografi Negara Indonesia pada tahun 2025 merupakan suatu modal besar dan utama. Generasi Y dan generasi Z memiliki otoritas lebih dan mengisi posisi-posisi penting pada level tactical maupun strategical, meskipun pastinya sebagian generasi X masih mendominasi pada level pucuk-pucuk yang strategis karena mereka berada pada usia kisaran 50-59 tahun.
Sehingga bisa di simpulkan bahwa generasi Y yang menganggap bahwa penguasaam terhadap suatu ilmu akan linier dengan kualitas hidup tentu merupakan generasi yang up gradable dan berbeda dengan baby boomer dan sebagian generasi X yang kurang memperhatikan mengenai peningkatan kemampuan karena merasa fokus utamanya adalah pekerjaan (hidupnuntuk bekerja). Bonus demografi seperti yang di katakan profesor moertiningsih (2012) merupakan the window of opportunity (jendela peluang) dan hanya terjadi sekali dalam sejarah suatu penduduk di karenakan rasio ketergantungan (dependency ratio) mencapai titik terendah yaitu 0,44 (44 usia non produktif di tanggung oleh 100 usia produktif), dan jangan sampai peluang bonus demografi ini berubah menjadi sebuah peluang kehancuran karena kurangnya pengelolahan bonus demografi yang salah.
Akhirnya, pemahaman mengenai karakteristik generasi, khususnya generasi Y dan Z yang dominan waktu bonus demografi 2025 merupakan salah satu cara bagaimana menciptakan interaksi sosial yang produktif dan efektif, serta persiapan matang dalam berbagai sektor yang utamanya sektor ekonomi, budaya, politik dan lainnya harus di kelola dan di siapkan dengan system yang aktif dan massif terhitung sejak saat ini, karena negara akan berhasil atau gagal di peluang bonus demografi ada pada sisi kesiapan dan kematangan system.