Muhammadiyah Lamongan Berkemajuan

Muroqobah Dalam Sejarah Kehidupan

maslahul-falah

maslahul-falahOleh :

Maslahul Falah (Wakil Sekretaris PCM Laren).
Kita hidup dalam waktu atau sejarah. Dan kita bersepakat bahwa waktu atau sejarah itu terdiri dari tiga, yakni waktu kemarin (yang lalu), waktu sekarang, dan waktu yang akan datang. Pertama, Waktu kemarin merupakan waktu yang sudah berlalu dan tidak terulang kembali. Dalam sebuah ungkapan Arab (mahfuzhot) : lan tarji’a al-ayyamu allati madhot (Tidak akan kembali hari-hari yang telah berlalu). Waktu kemarin sebagai bahan evaluasi diri untuk mengisi waktu-waktu sekarang dan yang akan datang. Allah SWT berfirman dalam Al-Qur`an surat Al-Hasyr ayat 18 dan artinya : “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”.

Dalam Kitab Tafsir Al-Qurthubi dijelaskan bahwa (1) makna dari waltanzhur nafsun maa qaddamat lighodin adalah hari kiamat, karena saking dekatnya  seperti hari besok; (2) Ada yang menyebutkan bahwa penyebutan esok (ghod) sebagai peringatan  bahwasanya hari kiamat itu dekat; (3) Dalam ayat itu juga Allah menyebut dua kali perintah bertakwa. Perintah takwa yang pertama adalah taubat dari dosa-dosa yang telah lalu dan perintah bertakwa yang kedua adalah menjaga diri dari perbuatan maksiat dalam hari-hari yang akan datang.

Banyak peristiwa, sesuatu, hal, perkara, yang sudah terukir dalam pahatan sejarah masa lalu. Salah satu di antara yang banyak itu adalah sangat terkait dengan kehidupan kita, yakni kehadiran kedua orang tua. Oleh karena itu kita harus berbuat baik kepada kedua orang tua. Allah menyebut dalam Al-Quran wa bilwalidaini ihsan. Rasulullah SAW menyebutnya dengan birrul walidain. Allah dan Rasulullah SAW sudah menetapkan bagaimana kita berbuat baik kepada kedua orang tua kita itu. Di antaranya adalah sebagaimana Allah mengungkapkannya dalam Al-Quran surat An-Naml ayat 19 dan artinya : “Maka dia (Nabi Sulaiman) tersenyum dengan tertawa karena (mendengar) perkataan semut itu. Dan dia (Nabi Sulaiman) berdoa: “Ya Tuhanku berilah aku ilham untuk tetap mensyukuri nikmatMu yang telah Engkau anugerahkan kepadaku dan kepada kedua orang tua-ku dan untuk mengerjakan amal saleh yang Engkau ridhai; dan masukkanlah aku dengan rahmat-Mu ke dalam golongan hamba-hamba-Mu yang saleh”.

Itu adalah doa Nabi Sulaiman alaihiisalam. Di antara ayat Al-Qur`an yang mengukuhkan Nabi Sulaiman adalah Surat An-Naml ayat 15 dan artinya :   “Dan sesungguhnya Kami telah memberi ilmu kepada Daud dan Sulaiman; dan keduanya mengucapkan: “Segala puji bagi Allah yang melebihkan kami dari kebanyakan hamba-hambanya yang beriman”. Sungguh agung diri Nabi Sulaiman. Kala berdoa kepada Allah tetap mempertautkan segala kesuksesan yang diraihnya dengan kehadiran kedua orang tua. Demikian pula Nabi Ibrahim alaihissalam ketika memohon ampunan kepada Allah juga tidak lupa memohon ampunan untuk kedua orang tuanya dan pula orang-orang yang beriman, sebagaimana Al-Quran mewartakan dalam Surat Ibrahim ayat 41. Secara umum, Allah SWT memberikan tuntunan doa untuk kedua orang tua dalam Surat Al-Isra ayat 24 : “Rabbi irhahuma kamaa Rabbayaani shaghiiraa (Wahai Tuhanku, kasihlah mereka keduanya (kedua orang tua), sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil”.

Kedua, masa sekarang merupakan masa yang sangat baik dan dijadikan upaya senantiasa bertakwa dan menambah ketakwaan, baik secara kualitas maupun kuantitas. Salah satu bentuk ketakwaan itu adalah kita selalu beramal shalih. Di antara banyak ayat Al-Quran yang mengungkapkan perintah, anjuran dan motivasi beramal shalih ini adalah Surat An-Nahl ayat 97 dan artinya  : “Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan”.

Dalam Tafsir Aisar at-Tafasir dijelaskan bahwa makna falanuhyiyannahu hayaatan thayyibatan adalah di dunia hidup penuh dengan sifat qonaah dan berlimpah rizki yang halal dan di akhirat hidup di surga. Maknanya adalah amal shalih yang kita lakukan hari ini pasti akan memberikan manfaat untuk hari-hari yang akan datang dan khususnya adalah hari akhirat nanti. Maka dari itu, hari ini haruslah menjadi inspirasi dan motivasi untuk hari yang akan datang. Kata ungkapan Arab : Baidhatul Yaum khoirun min Dajajatil Ghodi (Telur hari ini lebih baik daripada ayam esok hari).

Ketiga, sedangkan untuk kehidupan atau sejarah masa depan setelah kita berbekal muhasabah dari sejarah masa lalu dan amal shalih pada hari ini, maka kita harus optimis dalam menatap sejarah masa depan. Sebagai bahan dasar renungan kita untuk membaca sejarah masa depan kita mempelajari Al-Quran Luqman ayat 34 dan artinya : “Sesungguhnya Allah, hanya pada sisi-Nya sajalah pengetahuan tentang Hari Kiamat; dan Dialah Yang menurunkan hujan, dan mengetahui apa yang ada dalam rahim. Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusahakannya besok. Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal”.

Maka dari itu, sebagai manusia yang menyerahkan diri secara total kepada Allah (muslim), setelah kita belajar dari sejarah masa lalu, beramal hari ini untuk bekal hari esok, maka sudah sepantasnya kita selalu memiliki kesadaran atau merasa diawasi oleh Allah (muroqobah) dengan ketauhidan yang kokoh kuat. Sehingga kita mampu melahirkan amal sholih yang lebih produktif lagi untuk kebaikan diri, keluarga, agama, masyaarakat dan bangsa. Semoga.

0
Share this article
Shareable URL
Prev Post

Menyongsong Bonus Demografi Bersama Generasi Y dan Z

Next Post

Mengenal “Midas” Modern

Read next

Merasa Berjasa

Cerita salah satu aktifis saat ngobrol di warung kopi depan kantor Muhamamdiyah Lamongan, akhir pekan Oktober…
0
Share