Muhammadiyah Lamongan Berkemajuan

Peran IMM Terhadap Urgensi Kesehatan Mental

Nanda Rifqi Tri Pamungkas
Nanda Rifqi Tri Pamungkas

Oleh: Nanda Rifqi Tri Pamungkas

Memaknai Hari Kesehatan Jiwa yang jatuh setiap tanggal 10 Oktober, tidak lepas dari berbagai macam kejadian-kejadian yang dialami oleh para generasi milenial yang rentan mengalami stres karena usia remaja sangat dinamis dan sangat mengikuti perubahan. Berdasarkan survei World Health Organization (WHO), sebanyak 10-20% anak dan remaja di seluruh dunia mengalami gangguan secara psikis. Di mana separuh penyakit kejiwaan ditemukan sejak usia 14 tahun. Dan rentang 5-15% remaja berusia 12-18 tahun memiliki kecenderungan untuk melakukan percobaan bunuh diri, tersebar di negara-negara maju dan berkembang, termasuk di Indonesia.

Di Indonesia sendiri, pembahasan terkait Kesehatan Mental dianggap sebagai hal yang tabu untuk dibicarakan. Hal ini disebabkan banyak sekali orang-orang yang mengalami gangguan mental, dan banyak menyangkal fakta bahwa mengalami gangguan Kesehatan Mental enggan untuk mencari pertolongan karena dianggap “berbeda”. Padahal, hal tersebut bukanlah sesuatu yang dapat dikesampingkan begitu saja.

Mahasiswa merupakan kelompok yang berada dalam fase remaja akhir hingga dewasa muda, yang mana rentan mengalami berbagai permasalahan Kesehatan Mental. Permasalahan yang muncul pada mahasiswa sendiri yaitu stres akibat tekanan akademik, hubungan sosial interpersonal, lingkungan tempat tinggal, faktor ekonomi keluarga, faktor perubahan media sosial yang begitu cepat, perundungan (bullying). Tingkat stres yang begitu kompleks yang dialami oleh mahasiswa dapat menyebabkan berkembangnya gangguan mental emosional (GME) dan hingga mengalami depresi. Depresi menjadi gangguan utama dan salah satu beban terbesar penyakit global. Selain itu, gangguan mental lain yang banyak diidap meliputi gangguan cemas dan skizofrenia. Menurut perkiraan World Health Organization (WHO), kerugian akibat hilangnya produktivitas akibat depresi dan kecemasan di seluruh dunia mencapai 1 triliun dollar AS atau sekitar Rp 14.000 triliun setiap tahun. Sebelum pandemi COVID-19, riset Kesehatan Dasar 2018 menyebutkan, pada penduduk berumur lebih dari 15 tahun, ada 9,8 persen atau lebih dari 20 juta mengalami gangguan mental emosional, 6,1 persen atau sekitar 12 juta orang mengalami depresi, dan sekitar 450.000 orang pengidap skizofrenia atau psikosis yang merupakan gangguan jiwa berat.

Sebagai organisasi kemahasiswaan yang cukup besar dalam jumlah kader, Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) menjadi pionir dalam menyikapi masalah-masalah Kesehatan Jiwa yang terjadi pada lingkup kampus, terutama pada para mahasiswa. IMM sendiri memandang penting permasalahan Kesehatan Jiwa, terutama di Indonesia, tidak begitu menjadi perhatian khusus oleh pemangku kebijakan. Masalah Kesehatan Mental harusnya menjadi nilai garapan tersendiri untuk IMM melalui bidang Kesehatan dan bidang sosial pemberdayaan masyarakat menjadi poin garapan yang pas dalam menangani kebijakan Kesehatan Mental. Dimulai dari kader-kader tiap komisariat bisa menjaring teman-teman mahasiswa untuk mencegah secara sekunder dalam penanganan Kesehatan Mental.

IMM sebagai Prevensi Sekunder dalam Kesehatan Mental

Prevensi dimaknakan sebagai upaya untuk mencegah terjadinya gangguan, kerusakan, atau kerugian bagi seseorang. Prevensi mencakup terhadap pencegahan kondisi di mana tidak berfungsinya adaptasi, penyimpangan sosial dalam perkembangan. Dan di mana sebagai prevensi sekunder menjadi pencegahan awal terjadinya gangguan Kesehatan Mental atau diagnosis awal (early diagnosis) dan menangani secepat dan seefektif mungkin pada orang-orang dengan gejala gangguan Kesehatan Mental. IMM sendiri dalam menyikapi Prevensi Sekunder dalam penanganan Kesehatan Mental bisa dilakukan dengan berbagai cara, yaitu:

Pertama, menjadi konselor, orang-orang dengan gangguan Kesehatan Mental membutuhkan teman untuk menceritakan masalah yang dialami oleh orang tersebut (mahasiswa). Ketidaktahuan sebagian orang dan sikap abai dalam mendengarkan cerita terhadap seseorang akan menjadi suatu potensi dalam gangguan Kesehatan Mental. Bahkan tidak sedikit remaja yang karena tekanan dari keluarga, sekolah, atau kampus, dan lingkungan sekitar memicu gangguan Kesehatan Mental tanpa mereka sadari. Kader-kader IMM dengan bekal perkaderan yang dinamis diharapkan mampu minimal menjadi teman atau konselor dalam mendengarkan curahan hati temannya akibat beban yang mampu memicu timbulnya gangguan Kesehatan Mental.

Kedua, IMM diharapkan menjadikan wadah lingkungan perkaderan yang dinamis dan mampu menjadi tempat untuk kader-kader pulang selain pulang ke lingkungan keluarga. Di mana selain faktor beban masalah di dunia kampus, faktor pemicu dalam Kesehatan Mental bisa dimulai dari lingkungan yang mendukung dan dapat mengarah pada depresi, penyalahgunaan obat-obatan terlarang hingga bunuh diri. Di sini peran IMM memberikan wadah kepada para kader-kader dalam menuangkan ekspresi diri yang mereka miliki. Kita tidak tahu apa yang dialami setiap manusia itu sendiri, tapi dengan memberikan wadah yang mampu mengekspresikan kegiatan-kegiatan positif, bukan tidak mungkin mereka akan merasa nyaman dengan IMM itu sendiri.

Ketiga, IMM merangkul kader-kader yang mengalami depresi. Di mana kader atau mahasiswa yang sudah mengalami fase depresi akan sulit untuk mengenal lingkungannya kembali, bahkan tidak mungkin hingga mengalami Orang dengan Gangguan Jiwa (ODGJ). Kadang kita tidak terfikirkan bahwa sebenarnya orang-orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) membutuhkan kesempatan hidup yang sama seperti kita, tetapi kita malah menganggap mereka bukan bagian dari kita. Di sini peran IMM sangat dibutuhkan dalam merangkul teman-teman atau kader.

Keempat, IMM sebagai literasi pendukung dalam pencegahan Kesehatan Mental. Kita tahu masyarakat Indonesia kurang dalam menangani Kesehatan Mental yang sedang dialami, banyak dari mereka menganggap bahwa Kesehatan Mental hanyalah kejadian biasa yang bisa disembuhkan hanya oleh fasilitas layanan Kesehatan pemerintah, tanpa mengetahui bagaimana cara membantu orang-orang yang mengalami gangguan Kesehatan Mental. Peran IMM sebagai intelektual muda diharapkan mampu menjadi promotor dan edukator dalam menangani darurat Kesehatan Jiwa.

Dalam konteks Kesehatan Mental yang begitu dinamis, IMM menjadi salah satu organisasi mahasiswa yang berperan dalam mewujudkan gagasan dan menjadi promotor dalam menangani Kesehatan Mental dengan menganggap bahwa orang-orang dengan masalah Kesehatan Mental itu sama seperti kita. Bukan tidak mungkin diri kita sendiri bisa menjadi salah satu orang yang mengalami gangguan Kesehatan Mental, akan tetapi kita sendiri mampu menangani masalah-masalah kecil yang timbul dari dalam diri kita. Dengan berpegang pada prinsip-prinsip keagamaan dan nilai-nilai etis, IMM diharapkan mampu terus berkontribusi nyata dalam tiap-tiap penanganan Kesehatan Mental di Indonesia. (*)

Nanda Rifqi Tri Pamungkas, Ketua Bidang Kesehatan PC IMM Lamongan

Editor Fathan Faris Saputro

2
Share this article
Shareable URL
Prev Post

Antusiasme PDM Lamongan Sosialisasi KLB Campak Rubella di Payaman dan Palirangan untuk Kesehatan Anak-Anak

Next Post

Gladi Bersih Asesment Nasional Berbasis Komputer di SD Muhammadiyah 2 Babat

Read next

Obat Pun Bisa Kalah

Oleh : Irvan Shaifullah Dalam pandangan Al Qur’an, manusia dibentuk dengan tiga unsur. Ketiga unsur tersebut…
irvan-syaifullah

Persahabatan

Sangat mungkin kata dalam Bahasa Indonesia persahabatan ini berasal dari kata (kalimat) Bahasa Arab…
maslahul-falah
0
Share