Hanya 2 tahun berkuasa 1999-2001, Presiden Abrurahman Wahid melakukan 10 perubahan. Abdurrahman wahid yang akrab disapa Gus Dur tak menjanjikan perubahan apapun, tetapi tergelincir perubahan peubahan besar yang ia gerakkan. Gus Dur membubarkan 2 kementrian, menghapus larangan menjalankan tradisi budya tiongkok, mengganti nama irian menjadi papua. Ia kemudian membangaun kementrian hukum dan HAM, reformasi TNI, menggilir jabatan panglima TNI, dan menjadikan Imlek sebagai hari libur resmi. Ia juga mengusulkan hubungan diplomatik dengan Israel dan menghapus Tap MPRS No XXIX/MPRS/1966 yang melarang segala bentuk ajaran Marxisme leninisme.
Seperti layaknya sebuah perubahan, era itu ditandai dengan lebih dari 1000 kegaduhan, perlawanan, bahkan pemberontakan dan kematian. Penguduran diri dan pemecatan menteri, harga harga melambung tinggi, keributan besar di maluku dan keributan keributan lainnya. Namun, seperti kata ilmuwan Kurt Lewin, perubahan besar memerlukan tahap pencairan karena”orang orang yang berpikir lama” ingin mempertahankan kekuasaan, wewenang dan rasa nyaman.
Pada tahun 1961, David Mc Clelland menulis buku terkenal yang berjudul Achieving Society. Dibuku itu, penulis mengingatkan, suatu bangsa akan jatuh bila mengandalkan pemimpin pemimpinnya berdasarkan motif motif afiliasi (persekongkolan,kekerabatan, dan politik) atau motif politik. Sebagai gantinya, bangsa bangsa harus mulai berorientasi pada hasil karya dan kinerja.
Tak dapat disangkal bahwa negeri ini masih perlu banyak tokoh perubahan. Tapi sejatinya, perubahan datang bersama resistensi, penyangkalan dan kearahan. Sebut saja, Nicolaus Copernicus di abad 16, Giodano Bruno 1600, dan Galileo galilei yang digantung mati.
Sebagai bangsa yang sedang berkembang. Kita mendapat kabar bahagia, karena dalam kurun waktu 2020-2030, Indonesia dilmpahi bonus demografi. Tentunya bonus demografi ini adalah modal dasar bagi pembangunan. Perhitungan pemerintah yang tercatat dalam data proyeksi penduduk Indonesia dijadikan patokan dalam menyusun dan memformulasikan pembangunan ekonomi dan mengukur interval usia produktif. Badan Pusat Statistik (BPS) mematok interval proyeksi penduduk Indonesia (2010-2035) pada hasil sensus penduduk tahun 2010. Proyeksi ini dibuat dengan metode komponen berdasarkan asumsi tentang kecenderungan kelahiran, kematian, serta perpindahan penduduk antar provinsi yang paling mungkin terjadi selama periode 25 tahun akan datang. Mengacu pada data BAPPENAS diproyeksikan pertambahan penduduk Indonesia sebesar 237.7 juta di tahun 2010 menuju 271 juta penduduk pada tahun 2020 dan secara fantastis jumlah penduduk Indonesia ditahun 2035 sebesar 305 juta.
Jumlah yang fantasti sekali jika dihitung secara matematis. Tanpa bermaksud menggurui , saya ingin memberikan masukan kecil agar pemerintah indonesia bekerja secara efektif dan sukses dalam menciptakan kesejahteraan. Lirik lirik lagu Ilir ilir yang akan menjawabnya.
Lir ilir, kata sunan kalijaga, tandure wes sumiler. Apa yang ditanami telah tumbuh. Benih benih tu tumbuh menjadi tunas tunas indah. Tak ijo royo royo, lanjut senandung sunan kalijaga. Menghijau menyejukkan, menyegarkan, memudakan. Tak sengguh temanten anyar, umpama sunan kalijaga. Bagai pengantin baru, bangsa ini tampan-cantik, raja ratu sehari yang orang sebut melayani. Cah angon cah angon, panggil sunan kalijaga. Wahai gembala gembala, wahai para pemimpin pemimpin negeri.Penekno blimbing kuwi, pinta sunan kalijaga. Panjatlah pohon belimbing itu, raih kesejahteraan itu. Lunyu lunyu penekno, bujuk sunan kalijaga. Walau licin, walau terjal, tetaplah mendaki; menyalakan harapan di sektor sektor pendidikan, ekonomi dan kebangsan. Kanggo mbasuh dodo tiro, jelas sunan kalijaga. Untuk basuh pakaianmu yang bekringat masa lalu, untuk mnebus khilafmu.
Dodotiro, dodotiro, kumintir bedah ing pingger, tunjuk sunan kalijaga. Pakaianmu itu kerkoyak sobek di tepian. Kinerjamu cacat, banyak berlubang. Dondomono, lumatono, saran sunan kalijaga. Jahitlah sulamlah tamballah dengan menjalankan yang terbaik. Kanggo sebo mengko sore, nasihat sunan kalijaga. Untuk menghadap Tuhan nanti, untuk menghadapi dunia yang serba berubah ini.
Mumpung padhang rembulane, pesan Sunan kalijaga. Mumpung purnama sedang candra, cahaya menyinar jalan, terang membibing langkah. Mumpung jembar kalangane, kata sunan kalijaga. Mumpung luas medan dihadapan; telah menyingkir alang perintang, telah pergi tiran penentang. Dhasuraka, surak hiyo, ajak sunan kalijaga. Mari bersorak menegaskan kemenangan cinta, teruslah berkarya tanpa lelah, tanpa lengah.
Pertama soal adaptasi. Bangsa bangsa yang gagal merespons krisis bukanlah bangsa yang tak mau berubah, emainkan gagal beraradpatasi karena beranggapan sekali berubah tak boleh diapa apakan lagi. Amerika adalah contoh negsra yang kaya dengan perubahan. Mereka mengubah apa saja untuk mendorong terbentuknya mekanisme pasar. Ketidakmampuan beradaptasilah yang membuat suatu bangsa gagal merespon perubahan.
Kedua Manajemen Paradoks, perbedaan dalam berpikir itu pasti. Bangsa yang besar harus bisa menjadi pemersatu pikiran pikiran yang berbeda. Termasuk salah satu contohnya adalah Pertarungan antara pasar tradisional dan pasar modern yang selalu menarik perhatian pembuat kebijakan. Seperti dua orang yang bertengka, kita pun ingin memisahkannya. Kita pikir, kalau masing masing berada dalam zoannya, itu akan lebih sehat.
Namun kadang kala kita melupakan esensi dari kehidupan itu sendiri bahawa perbedaan dapat saling melengkapi.
Bukan yang terkuat yang mampu bertahan, melainkan yang paling adaftif dalam merespons, demikia kata darwin. Semoga dengan anadanya anugerah demografi, indonesia mampu beradaptasi bersama tata nilai budaya yang ada. Sepuluh nilai nilai negatif yang perlu dibersihkan adalah nilai nilai alan pintas, konflik, saling curiga, mencela, foto foto, mengedepankan otot, tidak tau malu, popullerisme, prosedur dan menunda.
Semoga Indonesia lebih baik saja, tetaplah posistif dan santun.