Muhammadiyah Lamongan Berkemajuan

Sejarah Itu Tidak Murah (Bagian 2)

Pradana Boy bersama sang istri dan ke tiga buah hatinya
Pradana Boy Bersama menyanyikan Istri Dan Ke Tiga buah Hatinya
Pradana Boy Bersama sang Istri Dan Ke Tiga buah Hatinya

Kilas Balik Perjalanan Panjang Studi S-3

Pradana Boy ZTF
Dosen Universitas Muhammadiyah Malang.
Meraih sedangkan gelar doktor Dari National University of Singapore (NUS)

Kebaikan-kebaikan yang kami terima dari para teman dan sahabat itu tidak berhenti sampai di situ. Perasaan kami benar-benar diliputi keharuan yang tidak biasa oleh perhatian mereka. Maka, perjalanan ke Singapore harus juga dimanfaatkan untuk menyambung rasa dan merawat rasa dengan para sahabat ini.

Maka, supaya perjalanan ke Singapore ini tidak hanya digunakan untuk satu kegiatan, isteri saya sudah merencanakan terlebih dahulu, bersama dengan teman-temannya yang pada saat kami tinggal di Singapore dulu, aktif di kegiatan “Mengaji al-Qur’an” di berbagai belahan negera ini. Oh ya, sebelum lebih jauh, ada baiknya saya ceritakan sedikit tentang riuhnya pembelajaran al-Qur’an di kalangan masyarakat Indonesia yang tinggal di Singapore.

Bermula ketika masa-masa awal tinggal di Singapore, isteri saya berusaha mencari kegiatan untuk mengisi waktunya. Dari berbagai sumber, kami dapatkan informasi bahwa masyarakat Muslim Indonesia di Singapore memiliki kegiatan rutin pengajian dan kelas-kelas mengaji. Sejak sangat lama, perhatian dan minat isteri saya pada kajian al-Qur’an memang sangat tinggi. Maka ketika memeroleh informasi tentang kegiatan mengaji itu, isteri saya begitu bersemangat. Singkat kata, akhirnya isteri saya terlibat dalam kegiatan itu. Ada lebih dari sepuluh kelompok “Mengaji al-Qur’an” ini. Tetapi isteri saya hanya aktif di tiga kelompok saja, yakni Tahsin West, Tahsin Jurong West, dan Tahsin Geylang yang belakangan berganti nama menjadi Tahsin NEWS (North East West South). Dari keterlibatan dalam kelompok-kelompok mengaji inilah, lalu semakin bertambah jumlah kawan dan kenalan.

Betapapun kami telah pulang ke Indonesia, jalinan hubungan dengan kelompok-kelompok mengaji ini tetap terjaga. Maka dalam beberapa kali kesempatan datang kembali ke Singapore, isteri saya selalu bertemu dengan mereka, di samping untuk silaturrahim, juga untuk memberikan update tentang kajian-kajian al-Qur’an yang ia lakukan. Salah satunya adalah tentang Tahfizh Qur’an Tematik (TQT) yang dikembangkan oleh isteri saya kurang lebih setahun belakangan ini. Beberapa orang dari kelompok mengaji al-Qur’an itu tertarik untuk mengetahui lebih jauh tentang TQT, maka rencana pun dibuat. Melalui Mbak Kemala Pagista dan Mbak Wanda, rencana itu tekkah diatur sedemikian rupa. Mengikuti rencana itu, kami pun menyusun jadwal perjalanan untuk wisuda dan kegiatan lain agar tidak berbenturan. Pelaksana telah mengatur segalanya, termasuk tempat di mana acara akan dilaksanakan. Awalnya, sebuah masjid di Singapore telah memberikan izin untuk menggunakan salah satu ruangannya untuk kegiatan ini. Publikasi telah pula disebarkan, dan sejumlah peserta mulai mendaftar.

Sayangnya, hanya dalam hitungan hari menjelang perjalanan ke Singapore, kami menerima kabar bahwa kemungkinan sharing sessiontentang TQT ini tidak jadi dilaksanakan, karena pihak masjid membatalkan izinnya. Menurut informasi yang kami dapatkan, segala sesuatu yang menyangkut pembelajaran al-Qur’an di Singapore harus memperoleh pengesahan, lisensi atau sertifikasi dari MUIS (Majelis Ugama Islam Singapura). Mengetahui informasi ini, saya cenderung untuk membatalkan saja rencana kegiatan itu, daripada melibatkan diri dalam resiko yang serius.

Tentang lisensi dan sertifikasi pengajaran al-Qur’an ada sebuah pengalaman menarik. Ketika awal-awal datang ke Singapore, memang kami berfikiran bahwa salah satu hal yang bisa dilakukan oleh isteri saya adalah menjadi pengajar al-Qur’an di berbagai tempat. Dengan pengetahuan saya yang minim tentang Singapore saat itu, saya memasang iklan guru mengaji al-Qur’an di sebuah website. Memang iklan itu akhirnya membawa hasil. Seorangexpat asal Pakistan menghubungi kami, dan menyatakan ketertarikannya untuk mengundang isteri saya sebagai guru mengaji bagi anaknya yang masih duduk di bangku sekolah dasar saat itu. Singkat kata, isteri saya akhirnya menjadi guru mengaji rutin di keluarga asal Pakistan itu, meskipun kediaman mereka tidak bisa dijangkau dengan kendaraan umum. Karena keadaan itu, tak jarang isteri saya harus berjalan kaki dari pemberhentian bis terakhir menuju rumah keluarga Pakistan itu. Tak jarang, berjalan kaki ini juga dengan menggendong salah satu anak kami yang saat itu masih berusia di bawah dua tahun.

Dari iklan yang sama ada juga orang lain yang menyatakan ketertarikannya. Kali ini yang mengundang isteri saya sebagai guru mengaji adalah seorang perempuan muda warga negara Singapore. Dari pembicaraan sekilas dengan calon murid ini, sepertinya ada motif-motif khusus yang menjadikan perempuan muda ini belajar mengaji. Akhirnya terungkap bahwa ia belajar mengaji untuk menghindari tenung yang ia yakini sedang diarahkan kepada dia oleh seseorang. Pada akhirnya, pelajaran mengaji dimulai. Dua atau tiga kali pelajaran berlangsung. Tetapi pada suatu hari, tiba-tiba perempuan muda ini bertanya tentang lisensi dan sertifikasi MUIS. “Apakah awak ada certificate dari MUIS untuk mengajar al-Qur’an?” demikian pertanyaan perempuan itu kepada isteri saya. Tentu saja dijawab “tidak”, dan setelah itu perempuan muda ini tidak mau lagi mengaji kepada isteri saya, karena takut melanggar hukum.

Tentang menjadi guru mengaji ini, perlu pula dicatat nama Pak Azahari Azhar dan Bu Rian Armia. Sekali lagi, peristiwa ini bermula dari sebuah surat elektronik di group e-mail warga Indonesia di Singapore. Di situ ada seorang warga negara Indonesia yang baru saja pindah dari Malaysia dan sekarang tengah mencari guru mengaji untuk kedua anak perempuannya. Tanpa menunggu waktu berlalu terlalu lama, saya menghubungi pengirim e-mail itu, yang tak lain adalah Pak Azahari Azhar. Gayung bersambut, Pak Azahari belum mendapatkan guru mengaji untuk kedua putrinya, sehingga peluang itu segera kami ambil. Dari sinilah lalu hubungan dengan keluarga Pak Azahari dan Bu Rian terjalin. Pak Hari, begitu ia biasa dipanggil bahkan pernah berkunjung ke asrama tempat tinggal kami di kawasan kampus NUS. Bahkan ketika saya tengah menjalani ujian disertasi, Bu Rian menemani isteri saya menunggu saya ujian, dan bahkan mengantarkan kami dengan kendaraan pribadi menuju hotel sederhana tempat kami menginap.

Karena pernah punya pengalaman dengan sertifikat MUIS inilah maka saya meminta isteri saya untuk tidak melanjutkan kegiatan sharing session tentang Metode TQT, daripada nanti menjadi masalah. Tetapi, ada hal-hal yang di luar jangkauan nalar manusia. Ketika kami sampai di kediaman Mbak Meilan dan Mas Roy Hamsah Said, segera saya mengenali kawasan di mana kami tinggal. Esok hari, saya segera memberitahu isteri saya bahwa kita sekarang tinggal di kompleks yang tidak jauh dengan tempat kami dulu pernah menyewa bilik kira-kira pada tahun 2012. Ya, kami pernah tinggal di sebuah rumah milik keluarga Abang Mustafa dan Kak Maimuna. Bang Mustafa adalah seorang warga negara Singapore keturunan Bawean, sementara Kak Muna adalah seorang warga negara Indonesia asal Tanjung Pinang. Demi mengetahui hal itu, maka tanpa menunggu fajar menyingsing terlalu tinggi, isteri dan salah satu anak saya bergegas menuju kediaman Kak Muna dan Bang Mustafa. Karena Kak Muna adalah juga seorang guru mengaji, maka pertemuan dengan isteri saya selalu berisikan diskusi tentang al-Qur’an, dan pada akhirnya sampai pada perbincangan tentang TQT.

Kak Muna seorang guru mengaji yang haus ilmu. Maka demi mengetahui Metode TQT itu, segera saja anak saya yang telah menjadi “kelinci percobaan” metode itu, diminta menunjukkan kemampuannya menghafal al-Qur’an versi Metode TQT. Kak Muna terkesan dan entah bagaimana mulanya, akhirnya ia menawarkan kepada isteri saya agar diadakan sharing sessiontentang Metode TQT di rumahnya. Singkat kata, pada akhirnyasharing session tentang Metode TQT itu dilaksanakan di rumah keluarga Bang Mustafa dan Kak Muna. Minat peserta luar biasa tinggi, hingga waktu tiga jam seolah-olah tidak cukup untuk kegiatan itu. Sejenak saya merenung. Inilah rahasia dan kuasa Tuhan. Gagal menggelar kegiatan ini  di sebuah masjid, rupanya kegiatan itu akhirnya tetap bisa dijalankan di tempat lain dengan substansi dan kesyahduan yang sama.

Sebuah peristiwa menarik terjadi. Usai kegiatan, seorang perempuan setengah baya mendekati isteri saya. Dengan logat Melayu-nya yang sangat kental, ia mengatakan kurang lebih seperti ini: “Ustadzah, saya sangat terkesan dengan metode ini. Bagus sekali. Ustadzah harus datang ke masjid kami untuk memberikan pelatihan kepada Muslim di Singapore.” Demi mendengar hal itu, atas dasar pengalaman-pengalaman terdahulu tentang lisensi dan sertifikasi MUIS, isteri saya menunjukkan rasa canggung. Namun, perempuan ini meyakinkan, “Itu semua biar pihak masjid yang menyelesaikan. Insya Allah, jika masjid yang mengundang, semua tidak ada masalah.” Subhanallah! Inilah pertolongan Allah, ternyata menekuni al-Qur’an memang mendatangkan kemudahan yang luar biasa dalam hidup.

Tengah hari, ketika acara usai, tiba-tiba anak pertama saya, Bintan Failasufa, datang dengan tergopoh-gopoh. Dengan setengah berteriak, ia mengabarkan mendapatkan banyak uang dari hasil mengajinya. Tentu, untuk ukuran kami yang tinggal di Indonesia, jumlah uang itu sangat besar. Saya tak bermaksud mengukur segala sesuatu dengan uang, tetapi pelajaran terpentingnya adalah bahwa pertolongan Allah bisa datang kapan saja dan di mana saja. Ya, karena terus terang, dengan bekal yang pas-pasan untuk menghadiri acara wisuda ini, kami senantiasa berhitung apakah bekal ini akan cukup hingga kami pulang ke Indonesia. Rupanya, dengan izin Allah, pertolongan itu datang di saat yang sangat tepat, dan kami menyadari bahwa sangat mungkin ini semua terjadi sebagai berkah dari menekuni dan mempelajari al-Qur’an.(Bersambung).

0
Share this article
Shareable URL
Prev Post

50 Calon Siswa Ikuti Fortasi SMKM 6 Modo Yang Ceria

Next Post

Apa Yang Dilakukan PCM Pucuk Ketika Kader Enggan Jadi Pimpinan Cabang ?

Read next

Di Baitul Arqom

MuhammadiyahLamongan.com-Momen bulan Ramadhan tahun ini merupakan sejarah tersendiri bagi kader persyarikatan…

Literasi Itu Penting

Oleh: Ma’in, S.HI* Literasi telah menjadi kosakata kunci pada abad ini, baik dalam dunia akademik maupun dunia…
0
Share