Muhammadiyahlamongan.com -Meski lahir dari keluarga petani sederhana di dusun Mencorek Kecamatan Brondong Kabupaten Lamongan, Pradana Boy terus bersemangat untuk meraih sukses .
“Hal terpenting yang menjadikan saya termotivasi untuk berhasil adalah dorongan untuk mengalami mobilitas sosial dalam keluarga saya. Lahir dalam keluarga petani sederhana yang kadang-kadang bapak saya juga menjalani pekerjaan sebagai buruh tani, menjadikan saya berfikir bahwa harus ada perubahan dalam keluarga saya. Saya menyadari bahwa perubahan itu hanya mungkin melalui satu hal, yaitu pendidikan. Khususnya pendidikan tinggi “ Urai Pradana Boy ZTF PhD, Ketua Pimpinan Wilayah Pemuda Muhammadiyah Jawa Timur
Namun, meraih pendidikan tinggi bukan hal mudah bagi saya. Pertama, secara sosial, di desa saya pada era 1990-an akhir, belum pernah ada orang yang mampu menyelesaikan pendidikan tinggi, Sehingga menjadi mitos bahwa warga Dusun Mencorek, tidak bisa menjadi sarjana. Kedua, tentu soal klasik: biaya. Pendidikan tinggi hampir menjadi hanya mimpi. Ketika pada akhirnya saya mampu menapaki dunia pendidikan tinggi, itu melalui perjuangan panjang dan keras orangtua saya. Lanjut Pradana Boy mengenang..
Semasa kulyah di Universitas Muhammadiyah Malang pada tahun 1995-2000, pria asal dusun Mencorek ini memiliki kegemaran membaca biografi sehingga membuat Pradana Boy semakin gigih memperjuangan proses belajar di perguruan tinggi.
”Saya punya hobi baca biografi ataupun karya-karya pemikir terkemuka Indonesia. Ada dua perasaan yang timbul dari situ. Di satu sisi saya merasa termotivasi untuk mencapai keberhasilan seperti mereka.Di sisi lain saya merasa minder karena tokoh-tokoh yang biografi dan atau karyanya saya baca rata-rata memang berasal dari latar belakang sosial yang mapan, sehingga wajar jika mereka menjadi seperti itu. Namun, di luar soal ini, motivasi untuk berhasil tetap menyala dalam jiwa saya” tegas Ketua Pimipinan Wilayah Pemuda Muhammadiyah ini .
Pradan Boy percaya keberhasilan adalah kombinasi dari empat hal: restu orangtua, usaha tiada lelah, keyakinan, dan kepasrahan kepada Allah. “Meskipun saya seringkali menjalani falsafah Jawa mili ilining banyu nanging ora keli_ (mengalir bersama arus air, tetapi tidak hanyut). Namun manusia tetap wajib berusaha menempatkan diri di tengah arus itu. Maka, saya termasuk orang yang sangat suka mencoba untuk melakukan hal-hal yang mungkin orang lain tak melakukannya.”
Pradana Boy mencontohkan misalanya memiliki kebiasaan mengirim lamaran beasiswa baik untuk studi lanjut, kursus singkat ataupun sekadar kunjungan. “Biasanya, setelah mengirim lamaran itu, saya cenderung lupa. Namun, jika teringat dengan lamaran-lamaran itu, saya memohon kepada Allah agar diberikan keberhasilan jika lamaran itu baik untuk saya” tambah Pradana.
Hobby mengirim berbagai lamaran beasiswa tersebut memang membawa hasil. Meskipun banyak juga yang tertolak, “Satu hal yang tak terlupakan dalam hidup saya adalah ketika saya diterima S3 di tiga negara sekaligus, yaitu Singapore, Turki dan Australia. Itu terjadi pada tahun 2010. Hobi melamar beasiswa ini pula yang mengantarkan menjadi Duta Internasional Dialog Antaragama yang diselenggarakan oleh sebuah lembaga internasional di Austria” Pungkas Pradana Boy yang saat ini juga menjadi dosen di UMM. (*/Red)