Pemilihan Gubenur Jawa Timur mulai memanas. Kontestasi antar kedua kandidat dan tim suksesnya mulai gencar dilakukan untuk mendapat simpati dan dukungan dari masyarakat Jatim.
Menurut saya, hal itu wajar dan memang harus dilakukan oleh para kandidat agar masyarakat Jatim tau program masing-masing kandidat. Dan agar para kandidat dekat dan paham dengan persoalan yang dihadapi rakyatnya. Sehingga masyarakat dapat menentukan pilihan dengan hati nurani dan rasionalitasya, bukan karena SARA (Politik Identitas) atau ” memilih kucing dalam karung” tapi “Politik Programatik”.
SARA ( Suku, Agama, Ras, Golongan) sebagai identitas politik adalah modal sosial yang dimiliki semua orang tanpa bisa meminta dan menolak, karena itu merupakan pemberian Ilahiya, sehingga tidak perlu dan layak untuk dipertentangkan atau dijadikan bahan buly politik untuk mendapatkan simpati kekuasaan.
Saya melihat, politik SARA ini sepertinya masih akan digunakan dalam pilgub Jatim. Hal itu tampak pada ramainya meme berbau SARA kepada kandidat Cagub di media sosial ( medsos). Saya berharap kepada semua tim sukses tidak memperluas dan memanfaatkan isu SARA sebagai alat mencapai kekuasaan.
Kasihan rakyat Jawa Timur yang sangat toleran ini akan rusak karena kepentingan perebutan kekuasaan oleh segelintir orang. Sedangkan dampak kerusakan yang ditimbulkan untuk mengobatinya butuh waktu sangat lama. Politik SARA akan sangat merusak kualitas demokrasi pilgub Jatim.
Kita berharap kepada semua elemen masyarakat, terutama para pemuka agama ( NU Muhammadiyah, MUI, LDII, FPI, Dll) Jawa Timur untuk terus mengawal dan membentengi dan turut serta menjaga perhelatan pilgub Jatim agar tidak dirusak oleh isu SARA sehingga kita benar-benar dapat pemimpin Jatim yang berkualitas dan merakyat.
Sholihul Huda (Pengamat politik Univ. Muhammadiyah Surabaya/ Ketua Forum Komunikasi Dosen Jatim)