MuhammadiyahLamongan.com – Dinginnya malam terasa menusuk tulang belulang. Mobil meluncur deras menerobos keheningan malam diantara pepohonan jati yang mulai meranggas.
Saat itu penulis menemani perjalanan ustadz Ghufron, wakil sekretaris PDM Lamongan dan Masyhudan, anggota majelis Tabligh. Bagi kami ini bukan perjalanan biasa, tapi rihlah yang sarat misi. Walaupun Saya belum tahu apa agenda nanti.
Driver, tidak lain adalah mantan sekretaris Majelis Tabligh PDM periode sebelumnya, bercerita banyak hal tentang dinamika dakwah muhammadiyah di selatan ditambah dengan jok-jok segar dari Masyhudan yang tidak asing lagi dengan medan selatan saat bernostalgia dengan Khusnan Sumber (almarhum). Tak terasa perjalanan sudah sampai di masjid Umar Bin Al khottob RA, dusun Tempuran desa Cangkring Bluluk, Senin, 11/9/2017
Kehadiran kami sudah disambut ketua cabang muhammadiyah Bluluk, Sugianto, Pengasuh TPQ Abdur Rohim, pewakif tanah masjid Jaimin dan aktifis muhammadiyah Yani.
Kami baru sadar ternyata pembicaraan malam itu adalah tentang hadirnya “tamu tak diundang”, di bawah payung Baitul Magdis. Kenapa baru sekarang ada tabayyun, padahal kehadiran aktifis-aktifis tersebut sudah 4 tahun yang lalu ? Ada apa sebenarnya ?
Ustadz Abdur Rokhim, diantara dai yang bertugas di masjid ini, menceritakan tentang misi yang agung, yaitu membendung arus kristenisasi di wilayah Lamongan Selatan. Berarti klop dengan langkah Muhammadiyah juga. Lalu kenapa kehadiran mereka sempat membuat resah pimpinan Muhammadiyah Cabang Bluluk ?
Malam itu lebih cocok disebut, malam curhat. Sugianto sebenarnya merasa senang kehadiran Abdur Rokhim dan kawan-kawan, karena meringankan tugasnya di cabang Bluluk. Namun, Sugianto menyayangkan dari awal tidak ada konfirmasi (jawanya : kulo nyuwun). Dalam perjalanannya ada isu-isu yang kurang sedap, bisa dimaklumi. Hasrat hati ingin menegur, hanya terpendam dalam hati, apalagi melakukan pertemuan silaturrohim.
Wakil Ketua PDM, Ghufron, mengungkapkan bahwa misi Baitul Magdis dan Muhammadiyah adalah sama, yaitu mengimbangi dan membendung derasnya misionoris. Namun Ghufron berharap agar teman-teman Baitul Magdis memahami dan mentaati aturan yang ada di internal Muhammadiyah. “Apabila keluar bawalah baju Muhammadiyah, agar tidak menjadikan fitnah di tengah-tengah masyarakat”, pesannya. Beliau juga berharap agar kerjasama ini bisa terus ditingkatkan bahkan menambah lagi personel.
Abdur Rokhim berjanji menyampaikan hasil pertemuan ini kepada pimpinan Baitul Magdis. Pria asal Sedayulawas Brondong ini mengungkapkan bahwa tidak ada niatan apapun, termasuk merebut amal usaha Muhammadiyah, namun semata-mata dakwah Islam.
Malam telah larut, suara-suara alam menambha kesyahduan. Disepakati pertemuan kelembagaan antara Muhammadiyah dan baitul Magdis, agar kerjasama ini semakin kokoh dan berlanjut.
Diharapkan setelah ini tidak ada lagi isu dan fitnah tentang penguasaan masjid Muhammadiyah oleh Baitul Magdis. Ternyata semua berawal dari pakewuh dan kurangnya keterbukaan.
“Niat yang baik belumlah cukup, harus dimulai dengan memahami kearifan lokal serta proses yang benar”, kata Masyhudan, di akhir acara. (Moh. Suud)