Oleh: Ma’in, S.HI*
Pendidikan merupakan salah satu aspek yang sangat penting untuk membentuk generasi yang siap mengganti tongkat estafet generasi tua dalam rangka membangun masa depan yang lebih baik. Karena itu pendidikan berperan dalam mensosialisasikan kemampuan baru kepada peserta didik yang mampu mengembangkan potensi dirinya baik dari segi kecerdasan moral keagamaan, kecerdasan intelektual dan kecerdasan emosional, agar peserta didik ke depannya mampu mengantisipasi tuntutan masyarakat yang lebih dinamik.
Hal diatas senada dengan pengertian pendidikan yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 14 tahun 2005 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 1 yaitu; pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.
Maka dalam dunia pendidikan, keberadaan peran dan fungsi guru merupakan salah satu faktor yang sangat signifikan. Guru merupakan bagian terpenting dalam proses belajar mengajar, baik di jalur formal maupun di jalur non-formal. Oleh sebab itu, dalam setiap upaya peningkatan kualitas pendidikan di Indonesia, tidak dapat dilepaskan dari berbagai hal yang berkaitan dengan eksistensi guru itu sendiri.
Guru merupakan sosok yang begitu dihormati karena memiliki andil yang sangat besar terhadap keberhasilan pembelajaran di sekolah. Guru sangat berperan dalam membantu perkembangan peserta didik untuk mewujudkan tujuan hidupnya secara optimal. Ketika orang tua mendaftarkan anaknya ke sekolah, pada saat itu juga orang tua menaruh harapan kepada guru, agar anaknya dapat berkembang secara optimal.
Minat, bakat, kemampuan dan potensi yang dimiliki peserta didik tidak akan dapat berkembang secara optimal tanpa bantuan guru. Dalam kaitan ini guru perlu memperhatikan peserta didik secara individual. Tugas guru tidak hanya mengajar, namun juga mendidik, mengasuh, membimbing, dan membentuk kepribadian siswa guna menyiapkan dan mengembangkan sumber daya manusia (SDM) yang lebih unggul dan lebih baik lagi.
Dalam Undang-Undang No.14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen, definisi guru adalah tenaga pendidik profesional yang memiliki tugas utama untuk mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini melalui jalur formal pendidikan dasar dan pendidikan menengah.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) dijelaskan bahwa profesional adalah bersangkutan dengan profesi dan memerlukan keahlian khusus untuk menjalankannya. Sehingga dapat diartikan bahwa profesional seorang guru adalah kemampuan atau keahlian yang harus dimiliki seorang guru di dalam menjalankan profesinya sebagai seorang pendidik atau guru.
Menurut para ahli ada beberapa syarat-syarat guru Indonesia yang profesional yakni harus mempunyai (1) dasar ilmu yang kuat sebagai pengejawantahan terhadap masyarakat teknologi dan masyarakat ilmu pengetahuan di abad 21, (2) penguasaan kiat-kiat profesi berdasarkan riset dan praksis pendidikan yaitu ilmu pendidikan sebagai ilmu praksis bukan hanya merupakan konsep-konsep belaka. Pendidikan merupakan proses yang terjadi di lapangan dan bersifat ilmiah, serta riset pendidikan hendaknya diarahkan pada praksis pendidikan masyarakat Indonesia, (3) pengembangan kemampuan profesional berkesinambungan, profesi guru merupakan profesi yang berkembang terus menerus dan berkesinambungan antara LPTK dengan praktik pendidikan.
Maka dalam rangka peningkatan mutu pendidikan, guru memiliki multi fungsi yaitu sebagai fasilitator, motivator, informator, komunikator, transformator, change agent, inovator, konselor, evaluator dan administrator.
Sedangkan pada Kurikulum Merdeka yang diresmikan oleh Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Nadiem Makarim menitik beratkan pada pemberian kebebasan kepada peserta didik dalam hal belajar, agar mampu menggali potensi yang ada dalam dirinya, melatih berpikir kritis, kreatif dan mandiri (Susilowati, 2022).
Maka eksistensi guru dituntut dan diharapkan menjadi motor penggerak di balik tindakan-tindakan yang membawa hal-hal positif bagi peserta didik sebagai wujud perwujudan dari profil pelajar Pancasila. Adapun profil pelajar Pancasila terdiri dari 6 dimensi yaitu (1) Beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta berakhlak mulia, (2) Berkebhinekaan global, (3) Gotong royong, (4) Mandiri, (5) Bernalar kritis, (6) Kreatif.
Meninjau dari Undang-Undang No.14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen dan Kurikulum Merdeka diatas, maka diharapkan semua guru dapat melaksanakan tugas pokok dan fungsinya secara baik, guna menghadirkan generasi bangsa yang lebih baik ke depannya. Dengan adanya upaya terus menerus seorang guru untuk mengembangkan potensi dirinya sebagai seorang pendidik, salah satu upaya yang dapat dikembangkan seorang guru ialah kemampuan berliterasi dasar yakni membaca dan menulis.
Guru dan kegiatan menulis bagaikan kakak beradik, yang satu dengan lainnya saling melengkapi dan menyempurnakan. Hanya saja dalam kegiatan menulis, seorang guru kadangkala hanya sampai pada menulis materi ajar dalam proses pembelajaran, menulis materi pada jurnal pembelajaran, menulis hasil nilai belajar siswa dan seputar kegiatan rutinitas pembelajaran lainnya.
Banyak ragam tulisan yang dapat ditulis oleh seorang guru disela-sela rutinitas kegiatan belajar mengajarnya seperti menulis dan atau membuat media pembelajaran big book, menulis cerita anak, menulis mading, jurnal, tabloid, majalah, berita sampai pada menulis buku. Dengan demikian guru tidak hanya sebagai sosok transformatif keilmuan kepada peserta didik saja, melainkan juga disebut sebagai penulis.
Kompetensi menulis seorang guru dapat tumbuh dan berkembang dengan memahami dan menguasi ilmu jurnalistik. Definisi jurnalistik berasal dari kata journal artinya catatan harian atau catatan kejadian sehari-hari, atau juga bisa berarti surat kabar (Hikmat Kusumaningrat dan Purnama Kusumaningrat, 2009).
Pengertian lain, kata jurnalistik berasal dari bahasa Latin yakni diurnalis, artinya harian atau tiap hari. Dari kata itulah lahir kata jurnalis. Jurnalis adalah orang yang melakukan pekerjaan jurnalistik. Menurut JS. Badudu (1998) bahasa jurnalistik memiliki sifat-sifat khas yaitu singkat, padat, sederhana, lugas, menarik, lancar dan jelas. Sifat-sifat khas itu penting untuk memudahkan pembaca memahami maksud dari tulisan.
Setelah seorang guru memahami pengertian dari jurnalistik diatas, maka langkah selanjutnya seorang guru untuk berani mencoba memulai menulis, menulis dan menulis. Ada beberapa trik yang dapat dilakukan seorang guru yang hendak menjadi penulis, yakni pertama; percaya diri, karena penulis manapun baik sudah terkenal maupun masih pemula seringkali masih ragu akan kemampuannya dalam menulis, maka buang keraguan tersebut dan percaya dirilah bahwa anda dapat menulis apa yang menjadi gagasan ide anda itu, kedua; tulis, tulis dan tulis. Untuk mengawali menulis jangan sampai meminta pertimbangan atau penilaian dari orang lain terhadap apa yang anda tulis, hal ini karena setiap penulis memiliki gaya tulisan masing-masing.
Ketiga; menulislah setiap hari. Dengan menulis setiap hari berarti anda tidak tergantung pada mood dalam menulis. Karena sering kali tulisan tidak selesai dalam satu waktu, dalam satu hari, dalam satu bulan. Maka teruslah menulis setiap hari sebagai solusi untuk menyelesaikan tulisan anda. Keempat; membuka diri untuk saling bertukar pendapat atau pikiran dengan penulis lainnya. Hal ini untuk mendapatkan saran, masukan, kritikan terhadap tulisan yang anda tulis demi kesempurnaan tulisan dan sekaligus pengembangan kompetensi jurnalistik anda.
Sebagai penulis pemula, seorang guru dapat memulai menulis hal-hal yang tidak terlalu jauh dari rutinitas seorang guru, yakni proses belajar mengajar. Salah satu bentuk karya tulis yang dapat dilakukan seorang guru yakni membuat dan atau menulis big book sebagai media pembelajaran kepada para peserta didik. Pengertian big book menurut (USAID, 2014) adalah buku bacaan yang memiliki ukuran, tulisan, dan gambar yang ukurannya beragam besarnya. Misalnya ukuran A3, A4, A5 atau seukuran koran. Dalam pembuatan big book harus mempertimbangkan keterbacaan seluruh siswa di kelas.
Untuk membuat media pembelajaran big book seorang guru dapat melakukan beberapa tahapan, yakni (1) Siapkan buku gambar ukuran A3, (2) Siapkan spidol hitam dan spidol warna, (3) Siapkan kertas HVS, (4) Tentukan topik cerita, (5) Mengembangkan topik cerita menjadi cerita utuh, (6) Menyiapkan gambar ilustrasi.
Selanjutnya seorang guru juga dapat memfasilitasi para peserta didik dalam membuat mading sekolah. Bagaimana membuat mading yang menarik? Mading atau majalah dinding itu kekuatan utamanya ada pada tampilan (desain), ilustrasi, pemilihan jenis, besar huruf, dan pemilihan warna. Selain itu yang praktis kalau ada kesalahan dan kekeliruan pemuatan tulisan dan foto dalam mading juga relatif lebih mudah dikoreksi yaitu tinggal copot dan ganti, tidak perlu repot-repot ke percetakan.
Ragam karya tulis yang juga dapat ditulis seorang guru adalah menulis jurnal. Agar jurnal diminati remaja maka seorang guru harus memperhatikan langkah-langkah menulis jurnal yakni tampilan (cover/layout) harus modis, sesuai selera remaja, isinya atau rubrikasinya yang kira-kira dibutuhkan bagi pembaca atau remaja sebagai sasaran jurnal. Misalnya seputar kiprah remaja dalam perspektif populis, soal pengembangan bakat minat, soal profesi masa depan yang cerah, tips menghadapi problematika anak muda, profil remaja berprestasi dan lain sebagainya.
Selain guru membuat big book, memfasilitasi siswa membuat mading sekolah, menulis jurnal, guru juga dapat menulis cerita anak. Karena pangsa pasarnya adalah anak-anak, maka cerita anak harus ditulis dengan menggunakan sudut pandang anak. Maksudnya adalah ceritanya harus sesuai dengan dunia anak, mulai dari bahasa yang mudah dipahami anak, imajinasi anak, nilai yang dipahami anak-anak, sampai menghadirkan tokoh dan dunia anak-anak yang membuat anak-anak senang.
Dalam menulis cerita anak, aspek pentingnya adalah menyenangkan dan mendidik. Anak-anak membaca cerita karena ingin mendapat hiburan yang menyenangkan, jadi buatlah cerita anak yang menyenangkan dan menghibur namun tetap menyelipkan nilai-nilai pendidikan.
Dengan beberapa hal diatas, diharapkan seorang guru disamping meningkatkan kemampuan personalnya dalam mengajar kepada peserta didik, juga dapat memulai mencoba dan mengembangkan kemampuan literasi menulis. Sehingga menjadi guru juga penulis ini akan menambah nilai kenikmatan tersendiri bagi guru, dan juga bagi peserta didik. Menjadi guru dan penulis ini juga seakan menjawab apa yang digalakkan oleh Pemerintah yakni Gerakan Literasi Sekolah dan Gerakan Guru Menulis (Gelis). Terlebih dari tujuan diatas, dengan kemampuan literasi guru akan berdampak positif yakni: (1) Guru dan siswa dapat melakukan proses belajar mengajar di kelas maupun di luar kelas secara menyenangkan, (2) Gemar membaca siswa meningkat, (3) semua yang ada di sekitar sekolah dapat dijadikan media pembelajaran, dan lain sebagainya.
*) Anggota Majelis Pustaka Informasi dan Digitalisasi (MPID) Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Lamongan